Minggu, 15 Juli 2012

Drainase Perkotaan


Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan airyang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permkaantanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
Kegunaan saluran drainase antara lain :

  • Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah.
  • Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal
  • Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
  • Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.
Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan. Drainase perkotaan didefinisikan sebagai ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial-budaya yang ada di kawasan kota.
Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi :
a. Permukiman.
b. Kawasan industri dan perdagangan.
c. Kampus dan sekolah.
d. Rumah sakit dan fasilitas umum.
e. Lapangan olahraga.
f. Lapangan parkir.
g. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi.
h. Pelabuhan udara.
Standar dan Sistem Penyediaan Drainase Kota
Sistem penyediaan jaringan drainase terdiri dari empat macam, yaitu :
1. Sistem Drainase Utama
    Sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat kota.
2. Sistem Drainase Lokal
    Sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian kecil warga masyarakat kota.
3. Sistem Drainase Terpisah
    Sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan terpisah untuk air permukaan atau air limpasan.
4. Sistem Gabungan
    Sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan yang sama, baik untuk air genangan atau air limpasan yang telah diolah.
Sasaran penyediaan sistem drainase dan pengendalian banjir adalah :
1. Penataan sistem jaringan drainase primer, sekunder, dan tersier melalui normalisasi maupun rehabilitasi saluran guna menciptakan lingkungan yang aman dan baik terhadap genangan, luapan sungai, banjir kiriman, maupun hujan lokal. Dari masing-masing jaringan dapat didefinisikan sebagai berikut :
a. Jaringan Primer : saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai.
b. Jaringan Sekunder : saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun dengan beton/plesteran semen).
c. Jaringan Tersier : saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah.
2. Memenuhi kebutuhan dasar (basic need) drainase bagi kawasan hunian dan kota.
3. Menunjang kebutuhan pembangunan (development need) dalam menunjang terciptanya scenario pengembangan kota untuk kawasan andalan dan menunjang sektor unggulan yang berpedoman pada Rancana Umum Tata Ruang Kota.
Sedangkan arahan dalam pelaksanaannya adalah 
  • Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis.
  • Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat.
  • Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana.
  • Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan pemeliharaannya.
  • Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.

Sistem Jaringan Drainase

Sistem jaringan drainase perkotan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu :

  • Sistem Drainase Mayor
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografiyang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.

  • Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mekro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainasekota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.

Jenis-jenis Drainase

1. Menurut sejarah terbentuknya
a. Drainase alamiah (natural drainage), yaitu sistem drainase yang terbentuk secara alami dan tidak ada unsur campur tangan manusia.
b. Drainase buatan , yaitu sistem drainase yang dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, dan dimensi saluran.
2. Menurut letak saluran
a. Drainase permukaan tanah (surface drainage), yaitu saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open channel flow.
b. Drainase bawah tanah (sub surface drainage), yaitu saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman, dan lain-lain.
3. Menurut konstruksi
a. Saluran terbuka, yaitu sistem saluran yang biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah), namun kebanyakan sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan pelindung). Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata.
b. Saluran tertutup, yaitu saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan. Siste ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti kota Metropolitan dan kota-kota besar lainnya.
4. Menurut fungsi
a. Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja.
b. Multy Purpose, yaitu saluran yang berfungsi engalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.

Arahan Dalam Pelaksanaan Penyediaan Sistem Drainase

Arahan dalam pelaksanaan penyediaan sistem drainase adalah :
a. Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis.
b. Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat.
c. Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana.
d. Memanfaatkan semaksimal mungkin saluran yang ada.
e. Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan pemeliharannya.
f. Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.

Pengklasifikasian Saluran Drainase

Macam saluran untuk pembuangan air dapat dibedakan menjadi :
1. Saluran Air Tertutup
a. Drainase Bawah Tanah Tertutup, yaitu saluran yang menerima air limpasan dari daerah yang diperkeras maupun yang tidak diperkeras dan membawanya ke sebuah pipa keluar di sisi tapak (saluran permukaan atau sungai), ke sistem drainase kota.
b. Drainase Bawah Tanah Tertutup dengan tempat penampungan pada tapak, dimana drainase ini mampu menampung air limpasan dengan volume dan kecepatan yang meningkat tanpa menyebabkan erosi dan kerusakan pada tapak.
2. Saluran Air Terbuka
Merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Pada saluran air terbuka ini jika ada sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk dibersihkan, namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan. Menurut asalnya, saluran dibedakan menjadi :
a. Saluran Alam (natural), meliputi selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai besar sampai saluran terbuka alamiah.
b. Saluran Buatan (artificial), seperti saluran pelayaran, irigasi, parit pembuangan, dan lain-lain. Saluran terbuka buatan mempunyai istilah yang berbeda-beda antara lain :
  • Saluran (canal) : biasanya panjang dan merupakan selokan landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu/tidak atau beton, semen, kayu maupu aspal.
  • Talang (flume) : merupakan selokan dari kayu, logam, beton/pasangan batu, biasanya disangga/terletak di atas permukaan tanah, untuk mengalirkan air berdasarkan perbedaan tinggi tekan.
  • Got miring (chute) : selokan yang curam.
  • Terjunan (drop) : seperti got miring dimana perubahan tinggi air terjadi dalam jangka pendek.
  • Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya.
  • Terowongan Air Terbuka (open-flow tunnel) : selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit/gundukan tanah.
3. Saluran Air Kombinasi, dimana limpasan air terbuka dikumpulkan pada saluran drainase permukaan, sementara limpasan dari daerah yang diperkeras dikumpulkan pada saluran drainase tertutup.

Pola Jaringan Drainase

Pola jaringan drainase terdiri dari enam macam, antara lain:
1. Siku
Digunakan pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di tengah kota.
2. Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.
3. Grid iron
Digunakan untuk daerah dengan sungai yang terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran pengumpul.
4. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar.
5. Radial
Digunakan untuk daerah berbukit, sehingga pola saluan memencar ke segala arah.
6. Jaring-jaring
Mepunyai saluran-saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar.
Pola jaring-jaring terbagi lagi menjadi 4 jenis :
1. Pola perpendicular
Adalah pola jaringan penyaluran air buangan yang dapat digunakan untuk sistem terpisah dan tercampur sehingga banyak diperlukan banyak bangunan pengolahan.
2. Pola interceptor dan pola zone
Adalah pola jaringan yang digunkan untuk sistem tercampur.
3. Pola fan
Adalah pola jaringan dengan dua sambungan saluran / cabang yang dapat lebih dari dua saluran menjadi satu menuju ke sautu banguan pengolahan. Biasanya digunakan untuk sistem terpisah.
4. Pola radial
Adalah pola jaringan yang pengalirannya menuju ke segala arah dimulai dari tengah kota sehingga ada kemungkinan diperlukan banyak bangunan pengolahan.

Bangunan-bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya

1. Bangunan-bangunan Sistem Saluran Drainase
Bangunan-bangunan dalam sistem drainase adalah bangunan-bangunan struktur dan bangunan-bangunan non struktur.
Bangunan Struktur
Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu. Contoh bangunan struktur adalah :
- bangunan rumah pompa
- bangunan tembok penahan tanah
- bangunan terjunan yang cukup tinggi
- jembatan
Bangunan Non struktur
Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan, tidak disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang. Contoh bangunan non struktur adala :
- Pasangan (saluran Cecil tertutup, tembok talud saluran, manhole/bak control ususran Cecil, street inlet).
- Tanpa pasangan : saluran tanah dan saluran tanah berlapis rumput.
2. Bangunan Pelengkap Saluran Drainase
Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu sisem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan pelengkap sistem drainase antara lain :
Catch Basin/Watershed
Bangunan dimana air masuk ke dalam sistem saluran tertutup dan air mengalir bebas di atas permukaan tanah menuju match basin. Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tepat-tempat yang rendah, tempat parkir.
Inlet
Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan dimasukkan ke dalam saluran tertutup yang lebih besar, maka dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus diberi saringan agar sampah tidak asuk ke dalam saluran tertutup.
Headwall
Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan ujung gorong-gorong yang dimaksudkan untuk melindungi dari longsor dan erosi
Shipon
Shipon dibuat bilamana ada persilangan dengan sungai. Shipon dibangun bawah dari penampang sungai, karena tertanam di dalam tanah maka pada waktu pembuangannya harus dibuat secara kuat sehingga tidak terjadi keretakan ataupun kerusakan konstruksi. Sebaiknya dalam merencanakan drainase dihindarkan perencanaan dengan menggunakan shipon, dan sebaiknya saluran yang debitnya lebih tinggi tetap untuk dibuat shipon dan saluran drainasenya yang dibuat saluran terbuka atau gorong-gorong.
Manhole
Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di setiap saluran diberi manhole pertemuan, perubaan dimensi, perubahan bentuk selokan pada setiap jarak 10-25 m. Lubang manhole dibuat sekecil mungkin supaya ekonomis, cukup, asal dapat dimasuki oleh orang dewasa. Biasanya lubang manhole berdiameter 60cm dengan tutup dari besi tulang.
Gorong-gorong
Bangunan terjun
Bangunan got miring
Bentuk Saluran
Trapesium
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar.
Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuas kecil.
Bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup tersedia lahan .
Kombinasi trapesium dan segi empat
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar dan kecil.
Sifat alirannya berfluktuasi besar dan terus menerus tapi debit minimumnya measih cukup besar.
Kombinasi trapezium dengan setengah lingkaran
Fungsinya sama dengan bentuk (2), sifat alirannya terus menerus dan berfluktuasi besar dengan debit minimum keil. Fungsi bentuk setengah lingkaran ini adalah untuk menampung dan mengalirkan debit minimum tersebut.
Segi empat
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil.

Kombinasi segi empat dengan setengah lingkaran
Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada lokasi jalur saluran yang tidak mempunyai lahan yang cukup/terbatas. Fungsinya sama dengan bentuk (2&3)

Setengah lingkaran
Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang kecil. Bentuk saluran ini umum digunakan untuk saluran-saluran ruah penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN KOTA MANDIRI TERPADU


BAB I
PENDAHULUAN
 
 
1.LATAR BELAKANG
    
 a. 
Realitas selama ini menunjukan bahwa kawasan transmigras telah menciptakan pusat – pusat pertumbuhan jauh yang mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah secara significant, hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya sejumlah ibukota kabupaten, ibukota kecamata, dan sentra sentra produksi pertanian yang berasal dari permukiman transmigrasi. Namun disadari bahwa proses pertumbuhan tersebut membutuhkan waktu cukup lama, karena rendahnya produktivitas, kurang lancarnya proses distribusi, dan keterbatasan pasar.
 b. 
Undang – Undang R.I. No. 15 Tahun 1997 tentang ketransmigrasian, mengamanatkan perencanaan dan pengembangan kawasan transmigrasi menuju terbentuknya pusat pertumbuhan sebagai embrio kota . Kegiatan tersebut dilakukan melalui peningkatan investasi pemerintah dan atau badan usah. Semangat yang sama juga termuat dalam Undang – Undang R.I. No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang pasal 23 ayat 2, Undang – Undang R.I. No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 9 ayat 1.
 c. 
Untuk mempercepat tumbuhnya pusat – pusat pertumbuhan dan menjawab berbagai kendala diatas, ke depan pengembangan Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) dan Lokasi Pemukiman Transmigrasi (LPT)deilakukan dengan pendekatan pembangunan dan pengembangan “ Kota Terapadu Mandiri (KTM)” konsep KTM mencakup perencanaan ruang menuju terwujudnya sebuah kota, perencanaan usaha ekonomi yang mengutamakamn keterlibatansektor swsta serta perencanaan pengembangan masyarakat yang mengedepankan partisipasi transmigran dan penduduk sekitar.
  
2.TUJUAN PEMBANGUNAN KTM
    
 a. 
Menciptakan sentra – sentra agribisnis dan agroindustri yang mampu menarik investasi swasta untuk menumbuh-kembangkan kegiatan ekonomi transmigran dan penduduk sekitar, seta membuka peluang usaha dan kesempatan kerja.
 b. Meningkatkan pendapatan dan kesejateraan transmigran dan penduduk sekitar.
 c. Meningkatkan kemudahan transmigran dan penduduk sekitar untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar.
  
3.SASARAN
    
 a. Peningkatan investasi budidaya dan industri pertanian, jasa dan perdagangan,
 b. Peningkatan produktivitas transmigran dan penduduk sekitar,
 c. Pendapatan asli daerah,
 d. Peningkatan efektifitas pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkunga,
 e. Perluasan kesempatan kerja.
 f. Peningkatan jaruingan infrastruktur.
  
4.LANDASAN HUKUM .
    
 a. Undang – undang RI. No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.
 b. Undang – undang R.I. No. 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian.
 c. Undang – undang R.I. No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
 d. Undang – undang R.I. No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
 e Peraturan Pemerintah R.I, Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
 f Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi
BAB II
PENGERTIAN DAN PRINSIP – PRINSIP
  
1.PENGERTIAN KOTA TERPADU MANDIRI (KTM ).
  
 
Kota Terpadu Mandiri (KTM) adalah kawasan transmigrasi yang pebangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Fungsi perkotaan dimaksud antara lain meliputi :
 a.Pusat kegiatan agribisnis mencakup :
  • Pengolahan hasil pertanian menjadi barang produksi dan atau barang konsumsi
  • Pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services), dan pemuliaan tanaman unggul;
  • Pusat pendidikan dan pelatihan di sector pertanian, industry dan jasa;
 b.
Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya lembaga keuangan pasar – pasar grosir dan pergudangan.
  
2.KOMPONEN PEMBENTUKAN KTM .
  
 KTM dirancang dengan pendekatan WPT/LPT pada :
 aKawasan yang sudah terdapat pembangunan transmigrasi, terdiri atas :
  Pemukiman transmigrasi yang sudah diserahkan (PTD).
  Pemukiman transmigrasi yang ada/status bina (PTA).
  Desa sekitar.
 b.Kawasan potensial yang belum ada pembangunan transmigrasi, terdiri atas :
  
3.KRITERIA
   
 a.Masuk dalam kawasan budidaya non kehutanan (APL dan HPK) dan tidak bertentangan dengan RTRWP/RTRWK.
 b
Luas seluruh wilayah KTM minimal 18.000 Ha, yang diprediksikan berdaya tampung + 9.000 KK terdiri dari transmigran dan penduduk sekitar.
 cMemiliki potensial untuk mengembangkan komoditi unggulan yang memnuhi skala ekonomis.
 dMempunyai kemudahan hubungan dengan pusat pertumbuhan yang sudah ada.
 e
Kawasan yang diusulkan bebas dai peruntukan pihak lain, tidak mengandung masalah sosial, merupakan aspirasi masyarakat setempat dan atau badan usaha.
 f.Usulan pembangunan KTM merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah kabupaten dan DPRD.
  
4.PEROLEHAN TANAH
  
 Areal KTM dapat berasal dari HPL dan atau HGU dengan ketentuan sebagai berikut :
 a.
Apabila tanah HPL Depnakertrans, maka sebagian HPL dapat dilepaskan untuk diproses menjadi tanah HGU Badan Usaha.
 b.
Apabila tanah HGU Badan Usaha, maka sebagian HGU dapat dilepaskan menjadi HPL Depnakertrans.
  
5.KONSEP STRUKTUR RUANG KTM.
   
 a.
Dalam setiap KTM terdapat beberapa satuan kawasan pengembangan, sedangkan setiap satuan kawasan pengembangan terdiri atas beberapa satuan pemukiman. Setiap satuan pemukiman berfungsi sebagai daerah budidaya pertanian.
 b
Satuan Kawasan pengembangan merupakan kumpulan lokasi permukiman transmigrasi dan desa sekitar yang terhubungkan oleh jaringan transportasi dan memiliki desa utama yang berfungsi sebagai tempat pengumpul pengolah hasil.
 c
Dari beberapa satuan kawasan pengembangan ditentukan satu pusat pengembangan utama yang diarahkan untuk menjadi embrio pusat KTM yang berfungsi sebagai pusat agroindustri, pusat pelayanan industri, pusat perdagangan dan pusat pendidikan dan pelatihan.
 dPusat KTM mempunyai keterkaitan dan keterikatan dengan desa – desa utama dan desa – desa sebagai wilayah belakang (rural urban linkage)
  
6.KONSEP PENGEMBANGAN USAHA
   
 a.
Konsep Pengembangan Usaha pada Kota Terpadu Mandiri, diarahkan pada pengembangan komoditas unggulan melalui system agribisnis dan agro industri dari hulu ke hilir bekerjasama dengan investor
 b.
Bidang usaha pertanian dan non pertanian merupakan kegiatan yang saling tekait yang meliputi usaha budidaya pertanian dalam arti luas dan usaha pendukung pertanian dan non pertania
  
7.KONSEP PENGEMBANGAN MASYARAKAT ( TRANSMIGRAN DAN PENDUDUK SEKITAR ).
   
 a.
Bidang pengembangan masyarakat terdiri dari bidang ekonomi; bidang sosial budaya; bidang mental spiritual; bidang kelembagaan dan bidang keamanan.
 b..
Pengembangan masyarakat diarahkanuntuk membentuk masyarakat pertanian moderen yang rencananya disusun dengan pendekatan partisipatif , berbasisi kebutuhan serta melibatkan pelaku usaha dan pemerintah daerah
 c.
Pelaksanaan pengembangan masyarakat meliputi penguatan kelembagaan masyarakat, penguatan kapasitas SDM, pengembangan kemitraan, dan pelayanan jasa pemerintahan
 d.
Pengembangan masyarakt diarahkan untuk mencapai perilaku masyarakat yang produktif, efisien, berwawasan luas, peduli lingkungan, berfikiran moderen dan mandiri menuju masyarakat madani.
BAB III
MEKANISME
1.PENGUSULAN.
   
 a.
Pemerintah kabupaten mengusulkan calon lokasi KTM dilengkapi dengan peta kawasan skala 1 : 50.000 kepada Menteri melalui gubernur
 b.
Pemerintah provinsi melakukan pengkajian ( ekspose, kaji lapang, penelitian administrasi ) dan menkoordinsikan antar dinas
 c.
Apabila usulan memenuhi criteria yang ditetapkan, maka gubernur menerbitkan rekomendasi yang disampaikan kepada Menteri.
 d.
Menteri melakukan pengkajian dan koordinasi antar departemen
 e.
Apabila usulan memnuhi kriteria yang ditetapkan, maka Menteri menerbitkan Surat Persetujuan calon lokasi KTM
  
2.PERENCANAAN.
  
 Masterplan merupakan rencana pembangunan yang bersifat komprehensif
 aPemerintah kabupaten / kota menyusun masterplan KTM yang memuat rencana pengembangan ruang, usaha ekonomi, pengembangan masyarakat yang dijabarkan didalam rencana pembangunan jangka menengahdan tahunan.
 b.Pemerintah provinsi menyusun masterplan KTM yang meliputi dua kabupaten / kota atau lebih.
 c.
Pemerintah berdasarkan usulan pemerintah pemerintah daerah dapat menyusun masterplan KTM bersama – sama pemerintah provinsi dan atau pemrintah kabupaten/kota.
  
3.PENETAPAN.
   
 a.Masterplan KTM ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten / Kota .
 b.Masterplan KTM yang meliputi lebih dari satu kabupaten / kota ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi.
4.PROGRAM DAN ANGGARAN
   
 a.
Rencana pembangunan jangka dan tahunan yang terdapat dalam masterplan dijabarkan dalam program pembangunan untuk dilaksanakan insstansi lintas sector, badan usaha / sasta dan masyarakat
 b.
Program pemabgunan diatas meliputi program pengembangan sarana dan prasarana, program penguatan sumber daya manusia dan pengembangan masyarakat dan program peningkatan inventasi dan penguatan ekonomi rakyat
 c.Sumber pembiayaan berasal dari APBN, anggaran pendapatan belanja desa, swasta / lembaga keuangan / perbankan, masyarakat, sumber dana lainnya yang sah.
  
5.PELAKSANAAN
   
 a.Program yang telah disepakati disosialisasikan kepada seluruh stakeholder yang terlibat di dalam pembangunan dan pengembangan KTM;
 b.
Pelaksanaan pembangunan dan pengembangan KTM dilakukan secara bersama dan terpadu oleh pemerintah, badan usaha / swasta dan masyarakat.
 c.
Untuk pengendalian pelaksanaan pembangunan dan pengembangan KTM dibentuk kelompok kerja di tingkat pusat, provinsi, kabupaten / kota
  
6.MONITORING DAN EVALUASI
  
 
Untuk mendapatkan gambaran kemajuan disetiap tahapan pelaksanaan pembangunan dan pengembangan KTM dilakukan monitoring secara berkala dan berjenjang mulai dari tingkat lokasi KTM sampai dengan tingkat pusat
 
Sedangkan untuk mengetahui tingkat pencapaian sasaran disetiap tahapan pembangunan dan pengembangan KTM, secara berkala dilakukan evaluasi meliputi sasaran kinerja masukan. Proses, keluaran dan manfaat langsung
BAB IV
PERANAN DAN PENGORGANISASIAN .
  
1.PERAN.
 a.Peran Pemerintah :
  1..Membentuk Pokja tingkat pusat
  2.Merumuskan regulasi, norma, standard an prosedur KTM
  3.Menetapkan calon lokasi KTM
  4.Spervisi dan fasilitas penyusunan masterplan KTM.
  5.Melaksanakan sosialisasi kepada stakeholder
  6.Menjaring dan memfasilitasi investor untuk bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten / Kota .
  7.
Memfasilitasi dalam hal perencanaan, pembiayaan, serta pelaksanaan pembangunan dan pengembangan KTM
  8.Melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi program dan anggaran dengan stake holder
  9.
Melaksanakan pengendalian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dan pengembangan KTM.
  10.Memberi insentif perpajakan, perpanjangan jangka waktu HGU, skim kredit khusus investasi.
   
 b.Peran Pemerintah Provinsi :
  1..Membentuk Pokja Provinsi
  2.Menyusun petunjuk pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pengembangan KTM.
  3.Melaksanakan sosialisasi kepada stakeholder
  4.Memfasilitasi dalam hal perencanaan, pembiayaan serta pelaksanaan dan pengembangan KTM.
  5.Menjaring dan memfasilitasi investor untuk bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten / Kota .
  6.Melaksanakan penilaian usulan KTM serta memberikan rekomendasi kepada Menteri.
  7.Melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi program dan anggaran dengan stakeholder.
  8.Melaksanakan perencanaan teknis, pembangunan dan pengembangan KTM yang wilayahnya mencakup lintas kabupaten secara bertahap.
  9.Melaksanakan pengendalian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kegiatan KTM.
  10.Membuat laporan perkembangan, secara berkala kepada Menteri
   
 c.Peran Pemerintah Kabupaten / Kota :
  1.Membentuk Pokja Kabupaten / Kota
  2.Mengusulkan calon lokasi KTM kepada Menteri melalui gubernur
  3.Menyusun masterplan KTM
  4.Menetapkan lokasi dan masterplan KTM melalui peraturan daerah.
  5.Melaksanakan sosialisasi kepada penduduk sekitar.
  6.Melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi program dan anggaran stakeholder.
  7.Memberikan kemudahan pelayanan perizinan investasi
  8.
Membuat kerjasama dengan investor atau pihak lain untuk mendukung pembangunan dan pengembangan KTM.
  9.Menyusun petunjuk teknis kegiatan pembangunan dan pengembangan KTM
  10.Melaksanakan pengamanan di areal lokasi KTM.
  11.Melaksanakan pengendalian, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program kegiatan KTM.
  12.Membuat laporan perkembangan secara berkala dan berjenjang kepada Menteri.
   
 dPeran Lembaga Keuangan / Perbankan ;
  1.Memberikan fasilitas pembiayaan untuk pengembangan usaha
  2.Memberikan bimbingan pengelolaan keuangan.
   
 ePeran Swasta / Mitra usaha :
  1.Sebagai mitra pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan dan pengembangan KTM.
  2.Sebagai avalis kredit plasma transmigran an penduduk sekitar.
  3.Memberikan bimbingan teknis dan pelatihan kepada transmigran dan penduduk sekitar.
  4.Menyediakan sarana produksi, menampung dan memasarkan hasil produksi komoditas yang dikembangkan.
   
 fPeran Transmigran dan Penduduk Sekitar :
  1.Sebagai pelaku utama pembangunan dan pengembangan KTM.
  2.Sebagai mitra investor dalam pengembangan usaha.
  
2.PENGORGANISASIAN.
 Kelompok Kerja Pusat
 
Koordinator:Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Pelaksanaan Harian:Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Sekretaris I:
Direktur Jenderal Pembinaan Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi Depnakertrans
Sekretaris II:
Direktur Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi Depnakertrans.
Anggota 
Menteri Koordinasi Politik Hukum dan Keamana, Menteri Negara PPN / Ketua BAPPENAS, Menteri Pekerjaan Umum, Mentri dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Keuangan,, Menteri Pertanian, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Budaya dan Pariwisata, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Negara Pembangunan DaerahTertinggal, Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Negara Perumahan Rakyat, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Badan Koordinasi penanaman Modal, Kantor menteri Negara Lingkungan Hidup
Kelompok Kerja Provinsi: 
Koordinator:Gubernur
Pelaksana Harian:Ketua Bappeda
Sekretaris:Kepala Dinas yang menangani Ketransmigrasian
Anggota:Dinas – dinas terkait
   
Kelompok Kerja Kabupaten  
Koordinator:Bupati
Pelaksana Harian:Ketua Bappeda
Sekretaris:Kepala Dinas yang menangani Ketransmigrasian
Anggota:Dinas – dinas terkait, Mitra Usaha, Wakil Masyarakat.
   
BAB V
PENUTUP
 
Proses pembanunan KTM merupakan upaya percepatan pembangunan daerah yang diharapkan akan terwujud dalam waktu antara 10 – 15 tahun.
KTM merupakan model pengembangan kawasan terpadu yang melibatkan berbagai pihak. Keberhasilannya sangat tergantung pada tingkat koordinasi antar stakeholder dari sejak tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan. Khususnya untuk pengembangan ekonomi sebagai pemicu percepatan, mutlak dibutuhkan partisipasi pihak swasta
Pedoman ini memuat hal – hal prinsip sebagai acuan dalam pembangunan dan pengembangan KTM dan dibeberap bagian perlu diperinci dengan petunjuk teknis. Hal – hal lain yang tidak termuat dalam pedoman ini namun dapat mempercepat dan mendukung pelaksanaannya terbuka untuk dapat diterapkan

Perencanaan Dan Pengelolaan Tata Ruang Kawasan Megapolitan


1. PENDAHULUANPembangunan suatu kota tidak dapat terlepas dari pembangunan wilayah sekitarnyanya, “Prosperous Cities Make Prosperous Regions, dan sebaliknya”. Pertumbuhan ekonomi satu kota akan memacu pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Intensitas keterkaitan kota dengan wilayah sekitarnya dipengaruhi oleh adanya kesamaan lingkungan ekosistem dan topografi, infrastruktur, aliran barang dan jasa, aktivitas ekonomi, dan sebagainya.
Dalam pengelolaan kawasan megapolitan, di mana terdapat satu kota pusat dan wilayah sekitarnya yang juga terdapat kota-kota besar, batas wilayah kawasan tersebut seringkali tidak sama dengan batas wilayah administrasi pemerintahan, maka perencanaan tata ruang seringkali sulit dilakukan. Kondisi ini menyebabkan kawasan megapolitan berkembang tidak sesuai dengan dengan tuntutan kebutuhan suatu kawasan megapolitan yang layak.
Makalah ini membahas perbedaan definisi metropolitan dan megapolitan yang sering dicampuradukkan, status kawasan Jakarta, konsep daya saing kota, tantangan yang dihadapi kawasan megapolitan Jabodetabek, dan kebijakan untuk pengelolaan kawasan megapolitan yang lebih sustainable.
1.1. METROPOLITAN DAN MEGAPOLITANKonsep megapolitan muncul dari adanya fakta pertumbuhan kota metropolitan yang sangat pesat dan memacu wilayah di sekitarnya menjadi kumpulan kota mikropolitan ataupun kota metropolitan baru. Menurut Gottmann, Jean (1987) …the Megapolitan concept seems to have popularized the idea that the modern cities are better reviewed not in isolation, as centers of a restricted area only, but rather as parts of “city systems” as participation in urban networks revolving in widening orbits. Perekonomian wilayah telah berkembang di luar batas satu kawasan perkotaan. Atas dasar ini, konsep megapolitan terbentuk, yaitu satuan wilayah geografis yang luas yang terhubungkan oleh aktivitas perekonomian wilayah.
Kriteria kawasan megapolitan sendiri saat ini masih menjadi perdebatan antara pemerintah, perencana wilayah dan kota, perencana lingkungan, pakar statistik kependudukan, bahkan para budayawan. Kawasan megapolitan dapat dipandang sebagai kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi, memiliki keterkaitan erat dengan wilayah di sekitarnya baik keterkaitan fisik (transportasi, jaringan air bersih, energi dan listrik), keterkaitan lingkungan (kawasan hulu dan hilir – DAS), maupun keterkaitan fungsi ekonomi (aliran uang, barang, dan jasa) dilihat dari kondisi eksisting maupun proyeksi pertumbuhan wilayah.
Perbedaan mendasar antara metropolitan dan megapolitan adalah kawasan megapolitan tidak identik dengan adanya komuter dari kawasan sub urban ke kawasan urban seperti halnya kawasan metropolitan, meskipun kedua kawsan tersebut sama-sama memperlihatkan keterkaitan ekonomi, namun karena umumnya kawasan megapolitan mencakup wilayah yang sangat luas sehingga hampir tidak memungkinkan adanya perjalanan komuter harian (daily trips).
Berdasarkan hasil sensus yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Metropolitan Institute Census Report Series (MICRS) pada Juli 2005 telah teridentifikasi 10 Kawasan Megapolitan di Amerika Serikat yang merupakan gabungan beberapa kawasan metropolitan dengan total populasi penduduk mencapai 10 juta jiwa.
Kriteria kawasan megapolitan yang digunakan pada kegiatan sensus tersebut tidak hanya diindikasikan oleh tingginya jumlah penduduk di satu wilayah dan wilayah sekitarnya, lebih dari itu, dilakukan berbagai survey dan analisis secara mendalam dari aspek-aspek antara lain:
1. Terbentuk dari dua atau lebih kawasan metropolitan eksisting;
2. Jumlah penduduk kota inti lebih dari 1 juta jiwa, sementara kota-kota disekitarnya memiliki jumlah penduduk antara 50.000 – 1 juta jiwa;
3. Karakteristik kota-kota metropolitan yang tergabung dalam satu wilayah geografis;
4. Pembentukan jaringan perkotaan melalui keterkaitan ekonomi atau aktivitas manusia;
5. Keterkaitan lingkungan, keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;
6. Keterkaitan infrastruktur dan proyeksi kebutuhan infrastruktur;
7. Keterkaitan budaya yang mencakup sejarah wilayah dan masyarakatnya.
2. KAWASAN JAKARTA DSK, METROPOLITAN ATAU MEGAPOLITAN?
Kota Jakarta merupakan salah satu kota besar dari beberapa kota besar di seluruh dunia yang mempunyai perkembangan sangat dinamis. Permasalahan utama yang dihadapi kota Jakarta dimulai ketika sekitar tahun 1970-an Jakarta berkembang menjadi sebuah kota besar. Perkembangan kota Jakarta pada akhirnya tidak dapat dibatasi oleh batas administrasi, bahkan sudah menyambung dengan wilayah kota di sekitarnya seperti Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok yang membentuk wilayah metropolitan Jabodetabek.
Hubungan antara Jakarta dengan kota-kota di sekitarnya merupakan hubungan yang saling melengkapi. Kota inti menyediakan banyak peluang usaha bagi kota pendukungnya, sebaliknya kota pendukung memiliki peran yang sangat besar dalam menunjang keberlanjutan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Misalnya (i) menjaga fungsi hidrologis kawasan dan fungsi daya dukung lingkungan, (ii) mendukung penyediaan lahan bagi kawasan permukiman, dan sebagainya. Namun, tingginya pertumbuhan jumlah penduduk di kawasan Jabodetabek dan tingginya jumlah pergerakan baik di dalam kota inti maupun antara kota pendukung dengan kota intinya telah menimbulkan banyak permasalahan, antara lain:
Berlangsungnya proses penyatuan kota-kota secara fisik sehingga memerlukan pengelolaan penataan ruang yang lebih integratif baik lintas sektoral maupun daerah. Telah terjadi gangguan serius pada kawasan penyerapan air tanah, karena adanya perubahan fungsi lahan, pengurugan situ, penyempitan sungai dan lain-lain yang mengakibatkan menurunnya kemampuan alam dalam menyediakan air baku untuk air bersih dan sering terjadi bencana banjir terutama pada wilayah hilir dan dataran rendah.
Penduduk pada kawasan perumahan baru di wilayah Botabek pada umumnya bekerja di wilayah DKI Jakarta sehingga perkembangan perekonomian secara regional tetap tidak berubah. Jumlah komuter dari wilayah Botabek ke wilayah DKI Jakarta setiap harinya mencapai ± 2 juta orang. Pembangunan kawasan perumahan maupun industri di wilayah Botabek hanya mengandalkan infrastruktur yag ada.
Analisis Pertumbuhan Penduduk JabodetabekAnalisis jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 menggambarkan jumlah penduduk di Kawasan Jabodetabek, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000. Dari tabel tersebut terlihat bahwa wilayah DKI Jakarta dihuni oleh lebih dari 8 juta jiwa dengan kepadata penduduk 12.500 jiwa/km2, dan dikelilingi oleh kawasan berpenduduk antara 350 ribu – 1,8 juta jiwa dengan kepadatan penduduk berkisar antara 600 – 5.000 jiwa/km2.
Tabel 1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kawasan Jabodetabek Tahun 2000
Kab/Kota
Luas Wilayah (km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Kab Tangerang
1,230.00
1,392,307
1,131.96
Kab Bekasi
1,261.88
835,395
662.02
Kab Bogor
344.72
1,830,433
5,309.91
Kota Tangerang
164.31
665,079
4,047.71
Kota Bekasi
210.49
828,717
3,937.08
Kota Bogor
118.50
378,365
3,192.95
Kota Depok
200.29
578,089
2,886.26
Jakarta Barat
127.11
1,904,191
14,980.65
Jakarta Pusat
48.17
874,595
18,156.43
Jakarta Selatan
145.73
1,784,044
12,242.12
Jakarta Utara
154.11
1,436,336
9,320.20
Jakarta Timur
187.73
2,347,917
12,506.88
TOTAL
4,193.04
14,855,468
3,542.89
Sumber: Sensus Penduduk Tahun 2000. BPS.
Tabel 2. Proyeksi Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kawasan Jabodetabek Tahun 2005 dan 2010
Kab/Kota
Luas Wilayah (km2)
Proyeksi Jml Penduduk (Jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Th 2005
Th 2010
Th 2005
Th 2010
Kab Tangerang
1,230.00
1,489,594
1,588,184
1,211.05
1,291.21
Kab Bekasi
1,261.88
893,768
952,923
708.28
755.16
Kab Bogor
344.72
1,958,334
2,087,948
5,680.94
6,056.94
Kota Tangerang
164.31
711,551
758,646
4,330.54
4,617.16
Kota Bekasi
210.49
886,624
945,305
4,212.19
4,490.98
Kota Bogor
118.5
404,803
431,595
3,416.06
3,642.16
Kota Depok
200.29
618,483
659,418
3,087.94
3,292.31
Jakarta Barat
127.11
1,981,587
2,045,815
15,589.55
16,094.84
Jakarta Pusat
48.17
910,143
939,643
18,894.40
19,506.81
Jakarta Selatan
145.73
1,856,557
1,916,732
12,739.70
13,152.62
Jakarta Utara
154.11
1,494,716
1,543,163
9,699.02
10,013.39
Jakarta Timur
187.73
2,443,348
2,522,543
13,015.23
13,437.08
TOTAL
4,193.04
#####
#####
3,732.26
3,909.32
Sumber : Hasil Analisis, 2005 dari Sensus Penduduk Th 2000 dan Proyeksi Penduduk Indonesia Th 2000-2025. Bappenas-BPS-UNFPA.
Keterangan : Asumsi Tingkat pertumbuhan nasional Th 2000-2005 = 1,36%
Th 2005-2010 = 1,29%. Asumsi Tingkat pertumbuhan DKI Jakarta Th 2000-2005 = 0,8%. Th 2005-2010 = 0,64%
Tabel 2 menggambarkan hasil proyeksi jumlah penduduk dengan asumsi luas wilayah administrasi tetap dan tingkat pertumbuhan penduduk yang beragam di setiap wilayah. Secara nasional, tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,36% per tahun untuk jangka waktu 2000-2005, dan turun menjadi 1,29% per tahun untuk jangka waktu 2005-2010. Untuk DKI Jakarta, tingkat pertumbuhan penduduk lebih rendah dibanding nasional, yaitu 0,8% per tahun untuk jangka waktu 2000-2005, dan turun menjadi 0,64% per tahun untuk jangka waktu 2005-2010.
Meskipun ada perbedaan tingkat pertumbuhan pada periode waktu 2000-2005, wilayah DKI Jakarta masih harus menampung penduduk sebanyak 56% dari jumlah penduduk Jabodetabek pada tahun 2005 di wilayah yang luasnya hanya 16% dari luas wilayah Jabodetabek. Dengan begitu, wilayah DKI Jakarta masih menjadi pusat hampir semua kegiatan dan permukiman.
Mengacu pada kriteria kawasan megapolitan menurut MICRS, dari aspek jumlah penduduk maka Jabodetabek pada Tahun 2000 dan ke depannya telah dapat disebut sebagai Kawasan Megapolitan. Namun, kriteria kawasan megapolitan tidak hanya ditentukan oleh tingginya konsentrasi jumlah penduduk, tapi juga intensitas kegiatan fisik dan keterkaitan lingkungan sebagai satu kesatuan ekosistem. Penetapan wilayah DKI Jakarta sebagai megapolitan tidak terlepas dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan penduduk di wilayah Bodetabek. Untuk menjawab hal itu, perlu dilakukan pendataan gabungan yang tidak terikat pada wilayah administrasi, yaitu pendataan mengenai kondisi demografi, fisik geografi dan lingkungan hidup, inter-koneksi jaringan infrastruktur, keterkaitan ekonomi (multi inter regional input output – MIRIO), budaya masyarakat, dan sebagainya.
3. DAYA SAING KOTA
Masa depan suatu kota ditentukan oleh daya saingnya. Banyak perdebatan tentang pengertian daya saing kota. Michael Storper mendefinisikan bahwa daya saing kota adalah kemampuan ekonomi dalam menarik dan menjaga perusahaan-perusahaan agar mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar dari produk yang dihasilkannya, sekaligus meningkatkan standar hidup bagi semua pihak yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Daya saing kota bukan hanya sekedar pendapatan perusahaan saja, tetapi juga bagaimana pendapatan tersebut bisa sampai ke rumah tangga. Selain itu, daya saing berbeda dengan persaingan. Persaingan bisa menuju permainan menang-kalah, dalam artian jika kota yang satu menang, maka yang lainnya kalah. Jika setiap kota dapat menambah daya saing mereka dalam waktu yang sama, maka seluruh kota dan ekonomi nasional akan tumbuh dan bermanfaat secara simultan.
Daya saing kota dapat dilihat dari beberapa indikator berikut:
· Keberagaman ekonomi
· Tenaga Kerja yang terlatih
· Keterkaitan antara faktor internal dan eksternal
· Kemampuan untuk menggerakkan dan mengimplementasikan berbagai strategi pengembangan dalam jangka panjang
· Inovasi dalam perusahaan dan organisasi
· Kualitas hidup dalam tata ruang
· Keberagaman Ekonomi
Kota yang paling sukses dalam menghadapi perubahan ekonomi, adalah yang tidak tergantung terhadap satu sektor ekonomi saja. Kota yang tergantung terhadap satu sektor, misalnya untuk kota-kota lama adalah tergantung pada produksi batu bara, baja, perkapalan atau kota-kota baru adalah pelayanan keuangan, telepon nirkabel. Kota yang mampu bersaing akan mempunyai kekuatan karena terdapat perusahaan lokal dan global, besar dan kecil, manufaktur serta jasa, sektor ekonomi lama maupun yang baru. Kota dapat membangun kekuatan sektor ekonomi yang tangguh dimana tidak terdapat faktor-faktor lokal. Caranya adalah bekerja dengan apa yang dimiliki dan dikembangkan. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian merupakan ciri utama dari kota yang mampu bersaing. Kemajuan ekonomi modern tergantung atas sektor-sektor pengetahuan, bahkan dalam sektor manufaktur. Pembuat kebijakan umumnya memberikan penilaian yang tinggi terhadap karakter ini. Karakter pengetahuan menunjukkan faktor yang sangat penting dalam sektor swasta. Disamping itu, data perbandingan di berbagai kota besar menunjukkan bahwa hubungan antara tenaga kerja yang terlatih terhadap inovasi dan tingkat PDB adalah ciri kota yang paling mampu bersaing.
1.2. Konektifitas – Internal dan EksternalDalam kota besar terdapat signifikansi komunikasi internal dan eksternal baik secara fisik, elektronik maupun melalui budaya. Kota-kota yang sukses memiliki infrastruktur fisik dan elektronik untuk mendistribusikan barang, jasa dan manusia secara cepat dan efisien. Hubungan eksternal adalah penting karena ekspor tetap penting bagi kesuksesan kota. Dengan demikian, bandar udara juga sangat penting. Fasilitai komunikasi tatap muka juga esensial, dan tidak dapat digantikan oleh teknologi komunikasi. Hal ini disebabkan komunikasi bukan hanya aspek fisik, namun juga melibatkan dimensi kultural tersendiri.
Sebagai contoh, ciri signifikan atas kesuksesan kota-kota di berbagai belahan dunia adalah bahwa mereka memberikan perhatian besar pada internasionalisasi kota dan adanya kebijakan berhubungan dengan negara lain yang dikeluarkan oleh pemerintah kota tersebut. Jakarta seharusnya menginvestasikan waktu dan usaha dalam international networking untuk meningkatkan profilenya, memperoleh sahabat baru, memperluas pasar, mempengaruhi pembuat kebijakan dan mempelajari strategi dan praktek-praktek baru.
1.1.1. Kapasitas Pengambilan Keputusan StrategisSistem, dan institusi membentuk daya saing/kompetisi, namun proses dan politik juga sama berpengaruhnya. Kota-kota yang maju cenderung memperhatikan pentingnya jaringan dan hubungan antara pemain inti dalam sektor pemerintah dan sektor swasta; pentingnya politisi handal dalam membentuk strategi atau mempengaruhi program kunci. Strategi daya saing ekonomi harus dibentuk dan diimplementasikan – mereka tidak muncul dengan sendirinya. Dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk membangun dan menerapkannya. Kota-kota yang kompetitif selalu menekankan pada konsep visi, kepemimpinan, kerjasama dan politik dalam membentuk pembangunan jangka panjang.
1.1.2. Inovasi dalam Perusahaan dan OrganisasiEmpat ciri yang meningkatkan daya saing kota di era globalisasi ini adalah: investasi dalam peralatan fisik berbasis pengetahuan modern; investasi dalam penelitian dan pendidikan; investasi dalam inovasi; dan produktivitas pekerja. Pengetahuan dan inovasi saling terkait, dan merupakan pendorong untuk daya saing. Industri berbasiskan pengetahuan adalah kunci inovasi dan pembangunan standar hidup internasional. Inovasi diartikan sebagai penerapan terhadap proses, jasa atau bentuk yang baru atau yang diperbaiki. OECD memperkirakan bahwa antara tahun 1970 dan 1995 lebih dari setengah pertumbuhan total dari GDP adalah sebagai hasil inovasi. Dan oleh karena aktivitas ekonomi umumnya terkonsentrasi didaerah kota, maka pengetahuan dan inovasi adalah kontributor utama dari pertumbuhan ekonomi dan daya saing wilayah lebih luas. Komisi Eropa memperkirakan lebih dari 40% variasi dalam pendapatan perkapita lokal dapat dijelaskan dengan perbedaan dalam kemampuan inovasi.
Hanya sedikit perhatian diberikan kepada sistem inovasi yang bercorak lokal dibandingkan dengan inovasi yang bercorak nasional. Namun perbedaan dalam penataan sistem inovasi lokal dapat membuat perbedaan terhadap kemampuan ekonomi wilayah kota dan meningkatkan prospek bahwa praktek yang baik dapat ditransfer dari daerah yang berdaya saing tinggi kepada yang kurang. Ada 3 model yang mungkin diimplementasikan dari inovasi lokal. Model inovasi grassroot adalah model pasar tersebar dengan minimnya koordinasi dari luar. Dalam model kemitraan, kemitraan bertingkat yang terbentuk mencari persetujuan antar perusahaan, bank, lembaga pendidikan dan berbagai lapisan pemerintahan. Dalam model tuntunan, inovasi lebih sering dimulai terutama oleh Pemerintah pusat.
Inovasi adalah kunci kesuksesan kota-kota. Tujuan strategi utamanya adalah merubah pengetahuan teknis menjadi proses dan produk yang inovatif. Adalah tidak umum ada kota yang memiliki kebijakan berkoordinasi untuk berinvestasi dalam inovasi. Beberapa kota telah merubah hal ini. Meskipun demikian, masih jarang sekali beberapa kota bersama-sama memiliki strategi untuk meningkatkan investasi bersama dalam inovasi. Kota-kota seperti ini akan tertinggal 2 atau 3 dekade oleh kota-kota yang berdaya saing tinggi.
Kualitas Hidup. Faktor lokasi yang baik menjadi sangat penting dalam pengambilan keputusan ekonomi. Salah satu upaya penting adalah menarik dan mempertahankan pekerja yang terlatih ke suatu kota. Hal ini dilakukan dengan menjaga dan meningkatkan kualitas hidup. Kota-kota dengan aset lingkungan yang baik, arsitektur yang indah, fasilitas budaya yang khas, makanan lokal yang melimpah, akses terhadap lingkungan yang alami perlu dilestarikan. Beberapa kota memiliki campuran dari beberapa karakteristik tersebut, dan pembuat keputusan mereka mencoba untuk meningkatkan karakteristik tersebut. kota yang tidak mempunyai karakteristik seperti itu, mencoba menciptakannya.
Kota-kota harus aktif mencari cara untuk meningkatkan kualitas hidup kota yang kemudian ditawarkan kepada investor dan untuk menarik tenaga kerja terampil. Kualitas hidup bukan variabel sangat penting seperti inovasi, keberagaman dan konektifitas, namun akan semakin penting. Banyak penelitian menunjukkan pentingnya perencanaan kota dalam kota yang terus berkembang. Perencanaan dapat mengurangi polusi udara, kemacetan lalu lintas, sekaligus menyediakan sanitasi, sistem tata air, dan pertamanan kota, yang kesemuanya dapat meningkatkan daya saing kota dalam sistem global. Perencana tata ruang harus dapat mengantisipasi permintaan masyarakat akan transportasi publik, dan membantu menciptakan kondisi yang dapat mencegah penurunan kondisi kehidupan kota, yang dapat membahayakan prospek ekonomi kota.
1.3. TANTANGAN KAWASAN MEGAPOLITAN JABODETABEKUntuk mewujudkan kawasan megapolitan Jabodetabek yang berdaya saing tinggi, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi.
1.1.3. Kemampuan berkompetisi dalam pengetahuan berbasis ekonomiPada saat sekarang keuntungan “knowledge economy” dalam kompetisi meningkat tajam dengan fokus kepada kelompok-kelompok bisnis kecil dibandingkan dengan kemampuan perusahaan yang berdiri sendiri. Untuk dapat meningkatkan daya tarik sebagai suatu lokasi untuk cluster, Jakarta harus fokus kepada upaya untuk menciptakan institusi pendidikan dalam bidang penelitian dan inovasi. Aset ini perlu didukung oleh lingkungan kelembagaan yang akan memberi dampak positif terhadap perkembangan jaringan antar perusahaan.
1.1.4. Menciptakan kosmopolitan sebagai suatu realitasKawasan perkotaan merupakan tempat dengan berbagai kelompok orang dan kepentingan. Hal ini akan menciptakan masyarakat kosmopolitan dan menciptakan berbagai kemajuan dalam inovasi dan budaya. Keberadaan masyarakat dengan latar belakang yang berbeda di Jakarta perlu memberikan kesan positif sehingga meningkatkan daya tarik Jakarta untuk menarik investasi strategis.
1.1.5. Penanggulangan Polarisasi SosialDaya saing terkait erat dengan distribusi kekayaan. Lingkungan yang layak untuk menciptakan kesejahteraan akan menghilang apabila kekayaan didistribusikan secara tidak merata yang pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap terjadinya ketegangan dan polarisasi sosial. Dengan demikian, kapasitas Jakarta sebagai kota berdaya saing tinggi dapat dilihat dari kemampuannya untuk mencegah terjadinya distribusi kekayaan yang tidak merata diantara masyarakat.
1.1.6. Mewujudkan keberlanjutan lingkungan hidupJakarta perlu memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mendapatkan keuntungan dari jasa pelayanan, fungsi ekonomi dan aktivitas rekreasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jakarta perlu mencapai keseimbangan terbaik antara kebutuhan ekonomi masyarakat dengan kualitas lingkungan buatan dan alami. Agar berdaya saing tinggi, Jakarta harus mampu memenuhi kebutuhan akan lingkungan yang aman dan menarik bagi semua orang. Perencanaan tata ruang kota jakarta tidak dapat dilepaskan dari perencanaan tata ruang wilayah yang lebih luas.
1.1.7. Mewujudkan pemerintahan yang dapat memenuhi tujuan ekonomi dan sosialDi kawasan megapolitan sering terjadi fragmentasi antara kewenangan pemerintah daerah dengan mekanisme koordinasi dalam pengambilan keputusan untuk menentukan arah kebijakan yang diinginkan. Kebijakan pemerintah-pemerintah dalam kawasan megapolitan seharusnya saling sinergis, mengingat manfaat bersama yang dihasilkan dari adanya kerjasama yang saling menguntungkan. Selanjutnya, perlu dijawab bagaimana sistem pengelolaan kawasan metropolitan/megapolitan Jabodetabek, apakah: akan menjadikan DKI Jakarta menjadi satu pemerintahan dengan wilayah Bodetabek? Atau tetap dalam pemerintahan masing-masing, tapi dibentuk komitmen berdasarkan kebutuhan bersama dan tekad untuk mampu menanggulangi tantangan yang ada.
1.4. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN MEGAPOLITANPengelolaan kawasan megapolitan Jabodetabek hendaknya mampu mengantisipasi berbagai permasalahan akibat terjadinya perubahan fungsi ruang atau pengalihan fungsi lahan kawasan perkotaan akibat dinamika kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan. Pertumbuhan dan perkembangan kawasan megapolitan Jabodetabek yang pesat dan dinamis perlu diarahkan secara terencana dan terpadu dalam penataan perkotaan sebagai suatu sistem perkotaan maupun secara individu perkotaan.
1.1.8. RPP tentang Pengelolaan Kawasan Perkotaan1.4.a.1. KelembagaanPengelolaan metropolitan yang berada dalam satu daerah kabupaten kelembagaannya diatur oleh Bupati. Sementara bagi metropolitan yang mencakup dua atau lebih daerah kabupaten dan atau kota yang berbatasan langsung, maka pengelolaannya dilakukan atas dasar kesepakatan kerjasama antar daerah.
Dalam rangka kerjasama antar daerah dapat dibentuk badan metropolitan yang erfungsi sebagai penyelenggara pengelolaan metropolitan sesuai kesepakatan kerjasama antar daerah, misalnya meliputi:
1. Penyusunan program dan pemberian izin bagi kegiatan dan pelayanan lintas daerah dalam kawasan metropolitan;
2. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan di kawasan metropolitan.
Dalam rangka mengikutsertakan masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan kawasan perkotaan dapat dibentuk forum perkotaan yang terdiri dari perwakilan pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat. Forum ini dapatsecara aktif ikut serta dalam perumusan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perkotaan, penyusunan rencana tata ruang, penyusunan program pembangunan dan pengawasan jalannya pembangunan.
1.4.a.2. PembiayaanPembiayaan badan metropolitan dapat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah dari masing-masing pemerintah daerah yang disepakati bersama, atau bersumber dari pendapatan lain yang dapat dipertanggungjwabkan.
1.4.a.3. Rencana Tata RuangTata ruang kota adalah cerminan proses pembentukan kota yang memperlihatkan fenomena budaya dan transformasinya. Struktur ruang dan pola pemanfaatn ruang saat ini memberi gambaran mengenai sejarah perkembangan kota tersebut.
Rencana tata ruang metropolitan merupakan rencana struktur yang bersifat lebih makro dibandingkan dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Rencana tata ruang metropolitan berisi rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang metropolitan, yang meliputi:
1. pengembangan sistem pusat-pusat permukiman
2. pengembangan kawasan
3. pengembangan sistem prasarana dan sarana primer
4. Arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya
5. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang metropolitan
Rencana tata ruang metropolitan menjadi pedoman untuk:
1. Arahan lokasi dan investasi kegiatan skala besar serta infrastruktur primer;
2. Perumusan kebijakan pokok pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah kota inti dan wilayah pengaruhnya;
3. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan kota inti dan wilayah pengaruhnya;
4. Penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang berada dalam satu kawasan metropolitan.
1.1.9. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2005-209Menyeimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu ‘sistem pembangunan perkotaan nasional.’ Untuk itu perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi (forward and backward linkages) di masing-masing kota sesuai dengan hirarkinya. Hal ini perlu didukung dengan:
1. Peningkatan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa antar kota-kota tersebut;
2. Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan karakteristik masyarakat;
3. Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan ‘backward linkages’ dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’;
4. Mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu ‘sistem wilayah pembangunan metropolitan’ yang compact, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan.
Kota-kota metropolitan yang dimaksud adalah Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi), Bandung-Raya, Mebidang (Medan-Binjai-Deli-Serdang), Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya -Sidoarjo-Lamongan), Kedungsepur (Kendal-Unggaran-Semarang-Purwodadi), Sarbagita (Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan), dan Maminasata (Makasar-Maros-Sungguminasa-Takalar).
1.1.10. Raperpres tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek PunjurPP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, mengkategorikan Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur sebagai kawasan tertentu, yang memerlukan penanganan khusus.
Tujuan penataan ruang Kawasan Jabodetabek Punjur adalah untuk :
1. keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan;
2. mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta penanggulangan banjir;
3. mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah, bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Sasaran penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Jabodetabek Punjur:
1. terwujudnya kerjasama penataan ruang antar pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Kawasan Jabodetabek Punjur yaitu :
2. sinkronisasi pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk;
3. sinkronisasi pengembangan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu;
4. kesepakatan antar daerah untuk mengembangkan sektor-sektor prioritas dan kawasan-kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama.
5. terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan fauna.
6. tercapainya optimalisasi fungsi budidaya.
7. tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budidaya.
1.5. KESIMPULANDari uraian di atas salah satu upaya penting untuk mengembangkan wilayah Jabodetabek sebagai suatu megapolitan adalah perlunya badan koordinasi semacam Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek, yang sistem dan struktur kelembagaannya disesuaikan dengan perkembangan wilayah dan administrasi pemerintahan. BKSP Jabodetabek dapat diberi kewenangan penuh dalam pengelolaan dan perencanaan penataan ruang wilayah, meniru badan yang dibentuk untuk mengelola Metropolitan Manila Area (MMDA-Metropolitan Manila Development Authority) yang melakukan antara lain perencanaan program pembangunan, pengelolaan transportasi dan lalu lintas, pengelolaan persampahan, limbah cair, dan limbah padat, perencanaan kota, zonasi, dan penggunaan lahan, keamanan publik, dan pengendalian polusi dan sanitasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kota-kota dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada Era Desentralisasi di Indonesia. East Asia Urban Working Paper Series. 2003.
2. Sensus Penduduk Tahun 2000. BPS. 2000
3. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025. Bappenas-BPS-UNFPA. 2005.
4. Dari Metropolitan ke Megapolitan. Koran Tempo. 23 Februari 2005.
5. Coordinating Local Governments in Megacities. Vol. 4 Partnership for Better Municipal Management. Conference Papers and Proceedings Asian Cities in the 21st Century. http://www.adb.org/Documents/Conference/Asian_Cities_4/default.asp
6. The Challenge for Cities in the 21st Century.
7. E. Lang Robert and Dhavale, Dawn. Beyond Megalopolis: Exploring America’s New “Megapolitan” Geography. Metropolitan Institute Census Report Series. 2005.