Kamis, 12 Juli 2012

PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN DATA PENGINDERAAN JAUH


Indonesia merupkan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km (DKP, 2008). Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan bagi masyarakat indonesia. Dengan keberadaan hutan mangrove yang terluas didunia, terumbu karang yang eksotik, rumput laut yang terhampar dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang tidak ternilai banyaknya dan keadaan lahan yang relatif subur untuk pertanian menyebabkan tekanan terhadap wilayah pesisr semakin besar.
Wilayah pesisr juga merupakan daerah yang terpadat penduduknya. Sekitar 140 juta jiwa atau 60% penduduk Indonesia tinggal diwilayah pesisir (DKP, 2008). Selain faktor dari manusia, perubahan iklim global juga meningkatkan tekanan terhadap wilayah pesisr melalui semakin meningkatnya muka air laut akibat pemanasan global.
Pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara cepat dan tepat dengan memanfaatkan data yang kontinyu dan teknologi yang mampu menggambarkan wilayah pesisir dengan baik. Integrasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan salah satu cara untuk mengelola wilyah pesisr dengan data yang kontinyu dan sebaran spasial yang bisa menampilkan secara sederhana bentuk kawasan peisisir. Secara sederhana intergrasi antara penginderaan jauh dan SIG dapat memetakan kondisi wilayah pesisir sehingga dapat dipantau kondisinya.
Penginderaan jauh merupakan suatu metode untuk pengenalan dan penentuan objek dipermukaan bumi tanpa harus melakukan kontak langsung dengan objek tersebut. Data pengunderaan ajauh dapat bersifat kontinyu karena mempunyai resolusi temporal, dapat digunakan untuk berbagai aplikasi karena resolusi spektralnya dan ditampilkan dalam berbagai bentuk skala karena resolusi spasilanya.
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data yang diolah memiliki refrensi geografi, maksudnya data tersebut terdiri dari fenomena atau objek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik serta memiliki lokasi keruangan.
Integrasi Penginderaan jauh dan SIG dalam pengelolaan wilayah pesisir dapat menggunakan Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL)/Environmental Sensitivity Index (ESI). Indeks Kepekaan Lingkungan merupakan gambaran nilai-nilai biologi, sosial-ekonomi dan sosial-budaya pada suatu wilayah pesisir dan laut tertentu yang digunakan sebagai prioritas respon terhadap tumpahan minyak (NOAA, 1992). Dalam perkembangannya IKL bukan hanya untuk menilai kepekaan lingkungan terhadap tumpahan minyak, tetapi juga kepekaan wilayah pesisir terhadap polutan dan bahan pencemar lainnya baik yang berasal dari sungai, pemukiman, maupun kegiatan-kegiatan disekitar pantai.
Tingkat kerentanan suatu ekosistem pesisir terhadap dampak yang terjadi akibat kegiatan manusia dan pembangunannya sangat tergantung pada kekuatan ekosistem tersebut menahan perubahan yang terjadi, hal ini ditunjukkan oleh tingkat kepekaan ekosistem tersebut. Tingkat kepekaan suatu ekosistem yang merupakan gambaran dari kekuatan ekosistem tersebut untuk kembali pulih seperti keadan semula dipengaruhi oleh kondisi biologi dan ekologi ekosistem tersebut. Hal inilah yang menjadi dasar teori dalam penetuan IKL, sehingga hasil penilaian IKL dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisr.
Data penginderaan jauh dapat menangkapat dan mengindentifikasi berbagai macam objek di wilayah pesisir seperti rumput laut, terumbu karang, keadaan pasir, padang lamun, keberadaan mangrove, penggunaan lahan, serta sebaran vegetasi lainnya yang merupakan suatu ekosistem wilayah pesisir. Data-data tersebut bisa diintegrasikan dengan data-data SIG seperti batas administrasi, jumlah penduduk, kondisi jalan, kondisi sungai serta bentuk topografi suatu lahan maupun topografi pantai dan lautnya (batimetri).
Selain pemanfaatan data-data SIG tersebut, SIG juga dapat menganalisis data-data spasial sehingga memberikan bentuk lain dari data spasial masukkan sebelumnya yang akan berguna dalam menentukan nilai IKL. Keunggulan dari SIG adalah kemampaunnya menangani data spasial bereferensi geografi yang berintegrasi dengan data atribut sehingga data-data tersebut dapat dianalisis bentuk keruangannya. Hasil analisis tersebut seperti panjang, luas, volume, keterkaitan, klasifikasi dan perkiraan yang berbentuk tampilan spasial. Keadaan tersebut diperoleh dari analisis dan manipulasi data spasial yang merupakan keunggulan lain dari SIG, adapun contoh analisis dan manipulasi data spasial yang dilakukan dalam SIG seperti overlay, interpolasi, buffering dan klasifikasi.
Integrasi penginderaan jauh dan SIG pada suatu penelitian, khususnya dalam penentuan IKL diharapkan akan mampu mengefektifkan waktu dan biaya dengan tingkat ketelitian yang lebih baik serta terus bisa mengikuti perubahan lingkungan wilayah ekosistem wilayah tersebut. Selain menganalisa data, SIG juga mampu menghasilkan suatu peta tematik cukup cantik untuk yang diharapkan dapat membantu penanganan dan pemetaan tata ruang wilayah pesisr yang salah satu contohnya adalah peta tematik Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) wilayah pesisr. contoh peta IKL dapat dilihat pada gambar di bawah
image5_400

Daftar Pustaka
Barus, Baba., dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi; Sarana Manajemen SumberdayaLaboraturium Pengindraan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor
DKP. 2008. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Artikel on-line Dinas Kelautan dan Perikanan
NOAA. 2002. Environmental Sensitivity Index Guidelines, Version 3.0. NOAA Technical Memorandum NOS OR&R 11. Office of Response and Restoration, National Oceanic and Atmospheric Administration.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar